27 Oktober 2009

Kabinet Indonesia Bersatu II Jebolan Amerika Pegang Posisi Kunci Ekonomi

Meski sejumlah nama yang sebelumnya disebut-sebut sebagai kelanjutan dari "Mafia Berkeley" rontok dari daftar kandidat tim ekonomi kabinet Susilo Bambang Yudhoyono - Boediono, namun sejumlah lulusan Amerika Serikat masih memegang posisi strategis di bidang ekonomi.

Selain Wakil Presiden Boediono yang lulus program Doktor Ekonomi Bisnis lulusan Wharton School University of Pennsylvania, Amerika Serikat, sejumlah menteri juga jebolan Amerika. Mereka adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Gita Wirjawan.

Sri Mulyani merupakan Doktor Kebijakan Ekonomi jebolan Universitas Illinois Urbana, Amerika Serikat. Dia pernah menjadi Direktur Eksekutif IMF, Kepala Lembaga Penyelidik Ekonomi Masyarakat Universitas Indonesia, serta merangkap jabatan Menko Perekonomian yang ditinggalkan Boediono.

Ibu kelahiran Lampung, 47 tahun silam itu pernah dianugerahi sebagai Menteri Keuangan Asia Terbaik 2008 dari majalah Emerging Markets Asia, serta Menteri Keuangan Terbaik 2008 versi majalah Euro Money.

Mantan dosen ekonomi UI itu dianggap berhasil membawa ekonomi Indonesia tetap tumbuh di tengah hantaman krisis yang mendera dunia. Ia juga dinilai sukses melakukan pembenahan tata kelola birokrasi Departemen Keuangan sehingga semakin membaik.

Sedangkan Armida Alisjahbana adalah ekonom Universitas Padjadjaran, Bandung, dengan seabrek pengalaman dan kapasitas yang dimiliki oleh doktor ekonomi jebolan University of Washington, Seattle, Amerika Serikat.

Dia bukan hanya seorang profesor ekonomi yang mengajar di Fakultas Ekonomi Unpad. Tetapi, dia juga Wakil Dekan Fakultas Ekonomi Unpad, konsultan, peneliti, hingga tim monitoring yang membantu Menkeu dan Menko Perekonomian.

Armida juga memiliki keahlian keuangan publik, ekonomi pekerja, ekonomi pendidikan dan mikroekonometrik. Kelemahannya, dia belum pernah menjabat sebagai birokrat di pemerintahan.

Satu lagi lulusan dari Amerika adalah Gita Wirjawan. Kepala BKPM ini mendapatkan gelar master dari Harvard University, perguruan tinggi paling top di dunia.

Gita merupakan bankir yang pernah malang melintang ke berbagai perusahaan. Dia telah memegang sejumlah jabatan kunci di bank investasi terkemuka dunia, seperti Goldman Sach dan JP Morgan. Sekarang, dia juga menjadi penasehat senior JP Morgan untuk Asia Tenggara.

Sebelum dipilih menjadi kepala BKPM, dia juga menjabat sebagai Komisaris Pertamina, dan sekarang masih menjadi anggota Dewan Direktur Independen di Telekom Malaysia International.

Gita saat ini juga menjadi chairman dari PT Ancora International, sebuah perusahaan investasi yang didirikannya untuk menampung aset-aset yang terkena imbas krisis keuangan.

Lulusan luar negeri lain yang tak kalah bergengsinya adalah Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu. Ia dikenal sebagai ekonom yang menjabat direktur eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS).

Puteri ekonom kondang Panglaykim, ini telah mendunia dan sering dimintai pendapatnya oleh sejumlah lembaga keuangan internasional.

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini mendapat gelar Master of Arts dalam bidang Microeconomics, Macroeconomics, International Trade, Economic Development & Accounting dari Australian National University, Canberra, Australia.

Namun, beberapa jabatan ekonomi strategis lainnya masih dipegang lulusan lokal. Seperti, Menteri Perindustrian MS Hidayat yang hanya lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran. Namun, dia dinilai paham masalah perindustrian di Indonesia. Sebab, dia praktisi bisnis yang telah menjabat di berbagai asosiasi pengusaha.

Terakhir dia mendukuki jabatan ketua umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Di tangan dialah, Roadmap Industri Kadin 2009-2014 terbentuk. Toadmap ini diserahkan ke pemerintah untuk dipadukan dengan program pemerintah.

Menteri Pertanian Suswono juga lulusan dalam negeri. Ia menembuh S1 dan S2 di Institut Pertanian Bogor dengan jurusan manajemen agribisnis. Jabatan ini memang dari sebelumnya selalu dipegang lulusan ITB. Seperti Menteri Pertanian Era Megawati, Bungaran Saragih, dan Menteri Pertanian era SBY Jilid I, Anton Apriyantono.

Selain itu, menteri strategis yang lulusan lokal adalah Darwin Saleh. Menteri Energi ini merupakan lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Namun, selain aktif di Partai Demokrat, dia pernah bekerja di berbagai bidang keuangan, perbankan, dan lembaga konsultan manajemen.

Sedangkan komandan ekonomi dipegang lulusan perminyakan Institut Teknologi Bandung, Hatta Rajasa. Politisi dari Partai Amanat Nasional ini pernah beberapa kali menjadi menteri. Mulai Menteri Riset dan Teknologi Era Megawati, Menteri Perhubungan dan Menteri Sekretaris Negara era SBY.

Sebelumnya, sejumlah nama itu santer disebut sebagai calon kuat kandidat menteri bidang ekonomi. Nama-nama tersebut adalah Sri Mulyani, Mari Pangestu, Chatib Basri, Raden Pardede, dan Anggito Abimanyu.

Namun, akhirnya hanya Sri Mulyani dan Mari Pangestu yang masuk dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Sedangkan sejumlah nama lain gugur jadi menteri, seperti Chatib Basri, Raden Pardede dan Anggito Abimanyu.

Ekonom senior Standard Chartered Bank, Fauzi Ichsan mengatakan, nama-nama tersebut masih menjadi bagian dari mafia Berkeley, karena masih satu kubu di bawah payung Boediono.

Mereka adalah reinkarnasi Mafia Berkeley dengan sang Godfather Boediono, Doktor Ekonomi Bisnis jebolan Wharton School, University of Pensylvania, AS. "Kalau dulu kan Godfather-nya Widjojo Nitisastro, sekarang Boediono," kata dia beberapa waktu lalu.

VIVAnews

INDONESIA CALON RAKSASA EKONOMI BARU DUNIA

Pemerintah baru Indonesia periode 2009-2014 dimulai. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terpilih kembali untuk masa jabatan kedua dan terakhir melalui proses pemilihan yang damai pada Juli.

Sejak lengsernya Suharto tahun 1998, Indonesia berhasil melakukan transformasi menjadi negara dengan sistem demokrasi terbesar ketiga di dunia (setelah India and Amerika Serikat) dan menjadi salah satu negara dengan sistem politik yang paling stabil di kawasan Asia.

Bahkan serangan bom oleh teroris akhir-akhir ini tidak menyurutkan kepercayaan para investor. Semua indikator keuangan malah menguat setelah terjadinya serangan bom tersebut.

Namun, perlu digarisbawahi beberapa isu utama yang mengemuka ketika kita mengamati Indonesia dari sudut pandang global, terutama di tengah tahap awal pergeseran perimbangan kekuatan ekonomi dan finansial global.

Mengacu paradigma ini, para pemenang dalam proses transformasi ini adalah negara yang masuk dalam tiga kategori. Ketiganya adalah sebagai berikut: (1) memiliki sumber-sumber keuangan; (2) memiliki sumber alam berupa energi dan komoditas; dan (3) memiliki kemampuan untuk beradaptasi dan berubah.

Indonesia belum memiliki sumber-sumber keuangan yang memadai. Jadi, tantangan utamanya adalah bagaimana menarik investasi asing masuk untuk mengolah potensi ekonomi yang ada. Indonesia sebenarnya memenuhi dua dari tiga kategori di atas karena telah memiliki sumber daya alam yang melimpah dan kemampuan untuk berubah dan beradaptasi.

Memang, masih banyak pihak yang meragukan kemampuan Indonesia untuk hal yang disebut terakhir ini. Namun, setelah memperhatikan situasi politik domestik dan kerangka kebijakan ekonomi yang ada, kami percaya bahwa Indonesia memang mempunyai kemampuan beradaptasi.

Meskipun Indonesia adalah negara dengan populasi muslim terbesar ketiga di dunia, ketiga kandidat dalam pemilihan presiden 2009 berasal dari kalangan sekuler. Sistem politik Indonesia juga sudah jauh berbeda dibandingkan beberapa dasawarsa sebelumnya.

Sebagai perbandingan, Spanyol pernah dipimpin oleh seorang diktator sampai dengan 1976, namun sekarang telah menjadi salah satu benteng demokrasi di Barat – sehingga tidak ada alasan untuk meragukan perkembangan politik yang positif di Indonesia.

Perkembangan ini perlu terus dipelihara, dan kinerja ekonomi yang baik akan sangat mendukung proses perubahan politik ini. Perubahan ke arah yang lebih baik ini juga tercermin dari persepsi investor terhadap tingkat korupsi di Indonesia.

Jika sepuluh tahun lalu kita menanyakan tentang persepsi terhadap Indonesia, beberapa investor asing yang cenderung berpandangan negatif akan mengemukakan dua faktor berikut: (1) korupsi, dan (2) pasar domestik yang kecil.

Namun, betapa banyak yang telah berubah pada saat ini! Pemberantasan korupsi kini telah menjadi fokus, dan persepsi secara umum telah melihat korupsi tidak lagi merupakan masalah utama yang dihadapi Indonesia. Namun demikian, perubahan ke arah keterbukaan dan transparansi terkadang menyebabkan anggaran pemerintah tidak dapat diserap secepat yang diharapkan.

Sebagaimana persepsi atas korupsi di Indonesia yang telah berubah, demikian halnya persepsi investor asing atas pasar domestik Indonesia. Negara-negara dengan pasar domestik besar mampu bertahan di tengah gejolak ekonomi dunia akhir-akhir ini.

Lingkungan kebijakan di Indonesia juga telah berubah, meskipun masih banyak hal harus diperbaiki. Indonesia naik 10 tingkat pada survey Bank Dunia mengenai “Kemudahan Melakukan Usaha” pada 2008, meskipun masih berada pada peringkat 123. Memang sudah banyak perbaikan pada kategori “pengurusan perijinan”, “pembayaran pajak”, dan “perdagangan lintas batas”. Namun, perbaikan lebih lanjut iklim usaha perlu ditingkatkan.

Perbaikan iklim usaha dari dalam sangatlah diperlukan, sejalan dengan tren di kawasan Asia Tenggara yang mendorong perdagangan antar regional dan menarik arus investasi masuk. Indonesia masih kekurangan investasi dan infrastruktur.

Peningkatan investasi di bidang energi dan bidang-bidang yang berorientasi pada pasar domestik sama-sama dibutuhkan. Namun Indonesia dihadapkan pada persaingan yang ketat dengan negara-negara lainnya di kawasan, selain global, untuk menarik investasi asing.

Indonesia akan menarik lebih banyak arus modal masuk dalam tahun-tahun mendatang, terutama jika presiden terpilih meneruskan reformasi ekonomi dan hukum sesuai dengan harapan para investor. Dengan demikian, upaya-upaya perbaikan daya saing Indonesia bagi para investor internasional tetap menjadi isu kunci.

Salah satu keprihatinan IMF soal Indonesia adalah kemampuan negara ini menghadapi memburuknya global risk appetite dan makin ketatnya likuiditas global.

Di awal terjadinya krisis global pada musim gugur lalu, kombinasi dari beberapa faktor menjadi penyebab melonjaknya sovereign spread Indonesia, arus keluar dana asing secara signifikan, dan pelemahan rupiah sekitar 40%, dari 9.200 per US$ ke hampir 13.000. Namun setelah periode ini, pasar mulai pulih, dan cadangan devisa naik ke US$ 57,4 miliar.

Utang luar negeri Indonesia berada pada level 29% dari PDB, jauh lebih baik dibandingkan dengan 150% pada saat terjadinya Krisis Asia. Dengan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan arus modal asing masuk, rasio utang ini dapat semakin berkurang.

Indonesia dapat digolongkan sebagai sebuah negara dengan manajemen krisis yang baik. Berbagai langkah kebijakan telah dilakukan, termasuk memberi bantuan bagi sektor perbankan dan pasar modal, serta menjamin stabilitas nilai tukar rupiah pasca pelemahan di musim gugur lalu. Pendekatan Indonesia dapat diringkas: “Stabilitas fiskal ketika terjadi goncangan ekonomi eksternal. Manajemen utang yang kredibel dan proaktif.”

Kebijakan fiskal juga tampak sudah berada pada arah yang benar, sementara Bank Indonesia, yang menerapkan kerangka inflation targeting sejak 2005, telah berhasil mengendalikan laju inflasi dan dapat mencapai target inflasi jangka menengah pada kisaran 3-4%. Akhirnya, meskipun Indonesia tidak sepenuhnya kebal terhadap krisis, sektor finansial masih berada pada kondisi yang baik.

Secara garis besar, kami memproyeksikan Indonesia akan mengalami pertumbuhan ekonomi berkesinambungan, didukung oleh stabilitas politik, permintaan domestik kuat, dan lingkungan kebijakan yang dapat merespon krisis dengan baik.

Jangan lupa, skala ekonomi Indonesia sangat menakjubkan. Indonesia memiliki jumlah penduduk 228 juta orang, dan menjadikannya negara dengan populasi keempat terbesar di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat.

Jumlah kelas menengah di negara ini juga cukup besar, diperkirakan sekitar 26 juta orang, dan terus tumbuh cepat. Indonesia memiliki rasio permintaan domestik terhadap PDB yang tinggi, dan layak menikmati laju pertumbuhan antara 4-5% tahun ini dan tahun depan dan akan naik ke 6% pada 2011.

Dengan pertumbuhan yang berkesinambungan, skala ekonomi Indonesia telah mencapai US$ 510 miliar – enam kali lipat dari ekonomi Vietnam, dan dua kali lipat dari ekonomi Thailand.

Kini, Indonesia telah menjadi salah satu anggota Kelompok 20 (G20). Tatanan global yang terus berubah akan sangat memungkinkan Indonesia menjadi pemain utama pada tatanan global maupun regional di masa depan.

Namun dengan skala ekonomi yang besar, Indonesia calon kekuatan atau raksasa ekonomi baru dunia. Indonesia akan masuk dalam G7 pada tahun 2040.
Dengan menggunakan compound annual growth rate (CAGR) dari negara-negara G20 selama periode 2000 dan 2008, serta mengasumsikan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada pada tingkat potensialnya mulai tahun 2012, ukuran ekonomi Indonesia akan melampaui Korea Selatan di tahun 2016, Jepang di tahun 2024, Inggris di tahun 2031, dan Jerman di tahun 2040.

Pertumbuhan PDB Indonesia pada Semester I-2009 mencapai 4,2%, dan tercatat merupakan yang ketiga tertinggi di G20. Kami memperkirakan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat dari 6,1% pada 2008 ke level 4% pada 2009. Ini masih tetap yang ketiga tertinggi di G20 akibat krisis finansial global dan penurunan harga komoditas dunia, sebelum pulih ke 5% pada 2010.

Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan melewati 6% pada 2011 dan 2012. Kami memproyeksikan PDB per kapita Indonesia di tahun 2020, akan menjadi empat kali lipat dari nilai sekarang.
***
Analisis ini adalah ringkasan dari laporan khusus para ekonom dari Standard Chartered Bank yang dipublikasikan pertengahan Oktober 2009 dengan judul "Indonesia, Bangkitnya Sumber Pertumbuhan Ekonomi Asia".
Laporan disusun oleh Gerard Lyons (Group Head of Global Reserach, StanChart Inggris), Fauzi Ichsan (ekonom senior StanChart Indonesia), Eric Sugandi (ekonom StanChart Indonesia), Lee Wee Kok (Regional Head of Rates Strategy, StanChart Singapura), dan Thomas Harr (Senior FX Strategist, StanChart Singapura).

VIVANEWS.COM

Tulisan yang paling banyak dikunjungi